foto

Kepemimpinan kepala sekolah Budi Wahyudi yang menjabat di dua SMPN diduga pengelolaan Dana PIP dan DAK tahun 2024 bermasalah

Bagian ke- 1

Mediakasasi.com, KABUPATEN CIANJUR -- PENYALURAN Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan program prioritas pemerintahan Jokowi masih ditemukan masalah. Salah satu persoalan adalah kurangnya keterlibatan publik, terutama untuk mengawasinya.

Sebut saja polemik penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) yang dikelola SMPN 1 Pagelaran dan SMPN 1 Sukanegara yang dipimpin oleh kepala sekolah Budi Wahyudi mencuat setelah Mediakasasi menggelar audit sosial untuk mengetahui sejauh mana keefektifan dana PIP di dua sekolah tersebut.

Dari catatan mediakasasi.com serta wawancara selama ini adanya dugaan oknum kepala sekolah dan keterlibatan Operatotor sekolah, dalam penyaluran PIP, terkesan bergerak sendiri tanpa ada keterlibatan publik.

Seperti dikatakan Dadang Risdal Azis dari Jamparing Institute, mengatakan bahwa Program Indonesia Pintar (PIP) dinilai lebih pada upaya peningkatan akses terhadap pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

“Jika tujuan utama PIP ini berjalan secara baik, dapat berimplikasi pada pengurangan angka putus sekolah sehingga ada peningkatan APK (angka partisipasi kasar),” kata Risdal.

Meski demikian, dia mengakui, PIP dan alokasi anggaran APBN 20% untuk pendidikan, belum efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Cianjur. Pasalnya, masih terjadi tumpah tindih anggaran pendidikan.

Oleh karena itu, dia mengusulkan adanya penataan kembali lembaga-lembaga pendidikan di bawah kementerian atau lembaga yang mengunakan anggaran pendidikan.

Perlu diketahui, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).

Penyelenggara pendidikan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, bisa kena itu oknum.

Oknum tersebut itu bisa dipidana dengan pidana atau Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

-bersambung-