foto

Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 Tanggeng Kabupaten Cianjur, Gerah Ismail saat diwawancara/Istimewa

Mediakasasi.com | Kab Cianjur—Puluhan orang tua siswa SMKN 1 Tanggeng di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, berbondong bondong datang untuk menanyakan dana bantuan PIP atau Program Indonesia Pintar, meski dana tersebut sudah dicairkan pemerintah pusat. Siswa tak menerima bantuan tersebut sejak tahun 2021, 2022 sampai 2024.

Untuk jenjang SMK/sederajat, dana PIP yang diterima setiap siswa sebesar Rp 1.000.000 dalam setahun. Pada tahun 2024 ini, ada perubahan besaran dana bantuan PIP untuk siswa SMA dan SMK. Mulai tahun 2024, bantuan PIP yang diberikan sebesar Rp1,8 juta.

Seorang wali murid saat berkunjung ke Pos Pengaduan PIP di Kecamatan Tanggeng, Selasa (17/12/2024) mengatakan, anak bernama Iqbal Maulana Sidik terdaftar sebagai penerima dana bantuan PIP sejak tahun 2021.

Namun, sampai saat ini tahun 2024 belum menerima sama sekali.

Padahal berdasarkan Peraturan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 20 tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan Dasar dan Menengah, dana PIP adalah bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah.

Dana ini diberikan kepada peserta didik untuk membiayai pendidikan.

Lampiran peraturan itu menyebut, PIP bertujuan untuk membantu biaya personal pendidikan peserta didik dari keluarga miskin atau rentan miskin.

Dengan PIP diharapkan, anak usia 6-21 tahun mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah.

Dana bantuan PIP juga diharap dapat mencegah kemungkinan putus sekolah (drop out) akibat kesulitan ekonomi. Serta dapat menarik anak yang drop out atau agar kembali mendapatkan layanan pendidikan.

Wali murid yang enggan disebutkan namanya mengetahui, dana PIP telah dicairkan untuk anaknya yang bersekolah di SMKN 1 Tanggeung, namun tidak diberikan kepada anaknya.

Dari pengakuan Wakasek, Gerah Ismail, mengakui pernah digeruduk orang tua siswa sekitar 13 orang tua siswa.

“Benar, sebelumnya para orang tua sudah datang kesekolah. Setelah didata kurang lebih ada 13 orang yang tidak menerima PIP”.

“Kami pihak sekolah akan bertanggungjawab atas apa yang terjadi, dan kami akan menyelesaikan yang 13 murid yang tidak menerima,” ujar Gerah Ismail.

Sementara dari pengakuan orang tua siswa, mengaku tidak tahu dan tidak ada pemberitahuan dari sekolah termasuk melalui grup WhatsApp wali murid yang ada gurunya. Sebab selama ini, tak ada pemberitahuan sama sekali terkait penggunaan dana PIP.

"Kami tidak pernah diajak kumpul. Ironisnya, ATM dan rekening siswa dipegang oleh pihak sekolah," katanya.

Ia menyebut ada ratusan siswa yang bantuan PIP-nya tidak diberikan oleh sekolah.

Respons Anti Rasuh

Penggiat anti rasuah dan Peduli Pendidikan dari Jamparing Institut, Dadang Risdal Azis, saat dihubungi menyatakan akan mengkaji serta menindaklanjuti aduan serta pernyataan tertulis dari orang tua siswa korban PIP.

"Kalaupun orang tua yang akan langsung datang ke kejaksaan, kami siap memberikan pendampingan agar cepat direspon oleh pihak Kejaksaan Cianjur,” kata Dadang Risdal.

“Tidak menutup kemungkinan ada sekolah lain yang melakukan hal yang sama, Jamparing Institut akan berkordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jabar,” tambah Dadang Risdal.

"Setiap kali ada pencairan PIP, kami selalu memantau. Misalnya sekolah harus mengirim foto saat siswa menerima uang PIP," jelas Dadang Risdal.

Sementara itu, penanggungjawab Posko Pengaduan PIP, Lukman Ali atau akrab dipanggil Allung, menyatakan dugaan penyalahgunaan dana PIP oleh lembaga pendidikan masuk ranah pidana korupsi.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Anak didik harus mendapat haknya sesuai aturan," ucap Allung kepada mediakasasi.com saat dihubungi melalui selulernya pada Selasa (17/12/2024) Sore.

Menurutnya, dugaan tersebut sangat memprihatinkan dunia pendidikan di Kabupaten Cianjur. Dana yang seharusnya diterima siswa malah diselewengkan pihak sekolah.

"Kami ditunjuk untuk mendampingi. Kami akan bertindak sesuai hukum yang berlaku," tegasnya.

Dua tahun mereka tidak menerima bantuan yang menjadi haknya. Pihak sekolah, kata Allung, seharusnya tidak boleh mengambil hak anak didik seenaknya. (Red-Biro Cianjur)