Pendidikan
Misterius, Pembangunan Ruang Kelas Baru SDN Baleendah Tidak Transfaran
- Selasa, 23 Juli 2024 | 12:23 WIB
| Selasa, 19 November 2024 | 13:30 WIB
Bagian ke- 2
Mediakasasi.com, KABUPATEN CIANJUR -- PENYALURAN Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan program prioritas pemerintahan Jokowi masih ditemukan masalah. Salah satu persoalan adalah kurangnya keterlibatan publik, terutama untuk mengawasinya.
Polemik penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) di tingkat SD dan SMP di Kecamatan Tanggeuk mencuat setelah Jamparing Institut bersama Mediakasasi menggelar audit sosial untuk mengetahui sejauh mana keefektifan dana PIP di Kabupaten Cianjur.
Dari catatan mediakasasi.com serta wawancara selama ini adanya dugaan para oknum kepala sekolah, Operatotor sampai adanya dugaan keterlibatan PIC BRI cabang Cianjur.
Seperti yang dikatakan Direktur Jamparing Institut, Dadang Risdal Azis, mengungkapkan, dalam penyaluran PIP, pemerintah daerah (pemkab) khususnya Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Cianjur terkesan bergerak sendiri tanpa ada keterlibatan publik.
“Masyarakat harus aktif mengawasi. Dinas terkait harus menyediakan akses bagi publik untuk ikut mengontrolnya,” kata Dadang Risdal saat dihubungi mediakasasi.com, Selasa (19/11/2024).
Masih menurut Dadang Risdal, Program Indonesia Pintar (PIP) dinilai lebih pada upaya peningkatan akses terhadap pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.
“Jika tujuan utama PIP ini berjalan secara baik, dapat berimplikasi pada pengurangan angka putus sekolah sehingga ada peningkatan APK (angka partisipasi kasar),” jelasnya.
Meski demikian, dia mengakui, PIP dan alokasi anggaran APBN 20% untuk pendidikan, belum efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Cianjur.
Pasalnya, masih terjadi tumpah tindih anggaran pendidikan. Oleh karena itu, dia mengusulkan adanya penataan kembali lembaga-lembaga pendidikan di bawah kementerian atau lembaga yang mengunakan anggaran pendidikan.
Sekolah ajang bisnis
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pungutan di sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Dalam peraturan tersebut dibedakan antara pungutan, sumbangan, pendanaan pendidikan dan biaya pendidikan. Ditambah jika ada surat edaran dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Cianjur.
Perlu diketahui, menurut informasi yang diterima mediakasasi.com, ada beberapa sekolah khususnya di Cianjur Selatan kerap tidak mengindahkan teguran maupun sanksi dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Cianjur.
"Jangan ada lagi pihak yang memandang siswa sebagai pundi-pundi uang untuk dikeruk. Mereka adalah anak kita, adik kita. Mereka adalah wajah masa depan kita. Kita harus bantu, kita harus fasilitasi jangan malah dijadikan sebagai penghasilan. Biaya pendidikan itu harus memegang prinsip keadilan, jangan memaksa orang tua apalagi siswa dengan embel-embel apa-pun," ujar Dadang Risdal.
Pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan.
Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat).
Dadang Risdal memaparkan beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan.
Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR.
Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) SD, Aripin S.Pd., M.H., M.Si ketika diminta tanggapan terkait adanya ‘benang kusut pengelolaan dana PIP’ khususnya di kecamatan Tanggeung memberikan keterangan lewat panggilan telepon.
Menurut Aripin, dirinya sudah memberikan himbauan kepada seluruh kepala sekolah SD agar tidak ikut menyelewengkan dana PIP.
Kalau terbukti dan telah menyalahgunakan wewenang, silahkan ditanggung sendiri.
“Saya menyarankan agar dikembalikan, tidak ada tawat menawar,” ujarnya.
Perlu diketahui, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).
Penyelenggara pendidikan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, bisa kena itu oknum.
Oknum tersebut itu bisa dipidana dengan pidana atau Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (Red)
Bagikan melalui