Hukrim
Polemik ISBN CV Mekar Ilmu Dua, Tantangan dan Kontroversi dalam Sistem Identifikasi Buku
- Selasa, 22 Juli 2025 | 10:19 WIB
| Kamis, 16 Oktober 2025 | 10:23 WIB
MEDIAKASASI | KAB BANDUNG-- Kasus dugaan maladministrasi terkait lahan yang digunakan untuk pembangunan Gedung Sarana dan Prasarana (Sarpras) UPTD Dinas PUTR Kabupaten Bandung di Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, kini memasuki babak baru.
Sebelumnya Komite Pencegahan Korupsi Jawa Barat (KPK Jabar) bersama DPRD Kabupaten Bandung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada hari Senin, 7 Juli 2025 yang dihadiri oleh Ketua dan Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, perwakilan Dinas PUTR, Bagian Hukum Setda, serta perwakilan ahli waris lahan.
Perlu diketahui, saat ini perkembangan kasus tersebut mulai tahap pemeriksaan oleh Ombudsman Republik Indonesia sejak 18 September 2025.
Dalam forum RDP tersebut, KPK Jabar menyampaikan ada indikasi penguasaan lahan milik masyarakat tanpa dasar hukum yang sah oleh Dinas PUTR.
Situasi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), KPK Jabar memaparkan bahwa ditemukan beberapa fakta diantaranya :
• Tidak ditemukan bukti transaksi jual-beli resmi (BPHTB tidak ada).
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih dibayar oleh ahli waris pemilik lahan.
• Letter C desa masih mencatat tanah sebagai milik masyarakat.
• Sertifikat HGB yang muncul dinilai cacat hukum karena diterbitkan atas tanah bukan milik negara.
Menurut Ketua KPK Jabar, Piar Pratama, menilai lemahnya verifikasi dan administrasi oleh dinas terkait telah membuka peluang terjadinya maladministrasi yang merugikan masyarakat.
Sementara itu, ahli waris menyampaikan bahwa mereka tidak pernah menjual atau menyewakan tanah tersebut dan bahkan bangunan UPTD dibangun di atas lahan serta rumah milik keluarga mereka tanpa izin.
Menurut pengakuan ahli waris, pihaknya juga telah dua kali menyurati Dinas PUTR, namun tidak pernah mendapat tanggapan resmi.
Sementara keterangan dari pihak Dinas PUTR, yang diwakili oleh sekretarisnya, dijelaskan bahwa mereka hanya menggunakan lahan tersebut karena status kepemilikan dianggap milik Pemkab Bandung.
Dinas juga memaparkan sejumlah dokumen transaksi dari pihak ketiga sejak tahun 1996 hingga 2015, yang menimbulkan dugaan adanya rantai jual-beli yang tidak transparan.
Bahkan, Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung mengakui bahwa Pemkab tidak membeli langsung lahan dari ahli waris.
Bagian Hukum Setda menegaskan bahwa sertifikat HGB adalah produk hukum dari BPN yang tidak dapat dibatalkan sepihak oleh Pemda.
Namun, jika terdapat cacat formil, penyelesaiannya harus ditempuh melalui jalur hukum.
Dari hasil pembahasan, Komisi C DPRD Kabupaten Bandung menyimpulkan bahwa persoalan ini bersifat kompleks dengan indikasi kuat adanya maladministrasi oleh oknum di masa lalu.
DPRD menilai penyelesaian tidak bisa semata melalui jalur administratif atau politik, melainkan perlu dibawa ke ranah hukum agar kejelasan kepemilikan dapat dipastikan.
Ketua KPK Jabar menyatakan, pihaknya akan menunggu hasil pemeriksaan dari Ombudsman.
Masih kata Piar Pratama, Dinas PUTR dan BPN Kabupaten Bandung harus dapat mempertanggungjawabkan proses yang terjadi, karena akibat dari ketidakcermatan administrasi ini telah merugikan masyarakat sekaligus mencoreng citra pemerintahan Kabupaten Bandung.
Kini, seluruh mata tertuju pada proses pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia, yang diharapkan dapat membuka terang persoalan kepemilikan lahan dan memastikan akuntabilitas aparat pemerintah daerah. (Gin)
Bagikan melalui