Profil
Banyak Guru Terpidana, Kemana PGRI Berpihak?
- Rabu, 16 Juli 2025 | 16:55 WIB
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 23:03 WIB
Ilustrasi : Kegiatan di HUT RI ke 80 pemerintahan Desa tidak merdeka karena siltap 2 bulan tidak cair dan anggaran kegiatan tahap 2 juga belum ada hilal/Mediakasasi
EDITORIAL :
Suatu isu atau peristiwa yang sedang hangat dibicarakan oleh publik
MEDIAKASASI | ISU yang sedang hangat dibicarakan oleh publik adalah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yang secara ‘harpiah’ diperingati setiap tanggal 17 Agustus, memiliki makna yang sangat luas dan mendalam bagi bangsa Indonesia.
Secara garis besar atau umumnya, kemerdekaan berarti kebebasan dari penjajahan dan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Lebih dari sekadar bebas dari penjajahan, kemerdekaan juga mencakup kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Namun kata MERDEKA itu hanyalah sebuah perkataan dan bentuk peringkatan saja di tengah tengah kemeriahan dalam merayakan hari kemenangan Republik Indonesia.
‘Tersisip’ sebuah fenoma yang tidak biasa dimana para kepala desa dan perangkatnya sedang merasakan kesedihan dan tidak menentu alias ‘linglung’.
Bukan tanpa sebab dan alasan mereka yang bersedih serta bingung, bahkan bisa dikatakan MERANA karena finansial pemerintahan di desa yang ada di Kabupaten Bandung saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Dalam catatan Redaksi Mediakasasi, sebagian besar informasi diperoleh dari kepala desa yang mulai mengeluh karena anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Perimbangan Desa (ADPD) tahap II belum kunjung turun. Sedangkan di setiap desa banyak kegiatan kemasyarakatan khususnya untuk memeriahkan HUT RI ke 80 tahun 2025.
Sambil bercanda, kepala desa mengakui sedang tidak baik-baik saja. Dirinya dalam posisi merana dan harus ‘tepuk jidat’ karena banyaknya kegiatan yang harus dilaksanakan.
Namun, anggaran belum turun juga ucap kades.
Rasa bimbang dan bingung yang saat ini dirasakan oleh para kepala desa ialah bagaimana insentif para perangkat desa yang hampir sudah 2 bulan belum menerima.
"Sudah 2 bulan perangkat desa belum menerima insentif yang seharusnya dibayarkan di bulan Juli. Hingga kini belum ada hilalnya karena anggaran ADPD belum turun," sambil tersenyum pasrah.
Ada juga kades yang lain menyampaikan bahwa untuk mencairkan anggaran di tahap II ada beberapa poin yang harus ditempuh, seperti perubahan anggaran desa harus prioritas koperasi merah putih.
‘Nasib’ yang dialami para kepala desa bisa dikatakan miris jika memang apa yang disampaikan situasi saat ini, terlebih adanya dugaan intervensi dari pemerintah terkait untuk pencairan anggaran di tahap II.
Keluh kesah para kades ini mendapat respon dari penggiat anti rasuah bernama lengkap Habinsaran Sianturi, sekaligus sebagai Ketua Umum TRISAKTI.
‘Fenomena’ tidak cair anggaran di setiap desa yang ada di Kabupaten Bandung, dianggap sangat berdampak bagi seorang kepala desa yang harus ‘mensiasati’ pinjaman alias ‘lubang tutup lubang’.
Habinsaran berpendapat, ‘fenomena’ tidak cairnya anggaran di desa pasti berdampak kepada kegiatan yang sudah di musdeskan ditambah ‘eforia’ yang harus digelar dalam menyambut rangkaian HUT RI ke – 80.
"Sangat riskan jika anggaran untuk desa di tahap II belum di cairkan, apalagi sekarang di desa sedang banyak kegiatan. Entah dari mana para kepala desa bisa mengcover anggaran untuk semua kegiatan," ujar Habinsaran dengan tersenyum.
Kekhawatiran publik terhadap para perangkat desa yang belum menerima insentif selama 2 bulan sangat mengkhawatirkan, mereka (perangkat desa) juga punya beban dan keluarga. Di sisi lain para perangkat desa ini harus mengurus pemerintahannya.
Percaya atau tidak, ada ungkapan dari kepala desa, dirinya harus menjaminkan Surat Keterangan (SK) kepala desa kepada bank swasta untuk menutupi kegiatan yang sudah direncanakan oleh pemerintahan desa ditambah rangkaian HUT RI ke-80.
Editor : Arent
Gindo
Bagikan melalui