foto

Ilustrasi

Mediakasasi.com | BANTEN – Ketua Sekretariat Bersama Presidium Peduli Bangsa dan Aliansi Peduli Banten, Iwan Setiawan, kembali menyoroti pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Ia mengkritisi ketidaktertiban dalam penerapan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan insiden kandasnya kapal TB Bomas Karya yang menarik tongkang bermuatan batu bara di perairan Pulau Panaitan.

Iwan menyatakan bahwa lemahnya pengawasan dan ketidakseriusan dalam menindaklanjuti laporan terkait telah mendorong Aliansi Peduli Banten untuk merencanakan aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes.

Kritik Pengelolaan SIMAKSI Iwan menjelaskan bahwa SIMAKSI adalah izin resmi yang wajib dimiliki untuk memastikan kegiatan di kawasan konservasi tidak melanggar aturan. Prosedurnya mencakup:

1. Persiapan Dokumen: Fotokopi identitas, rencana kegiatan, dan izin tambahan untuk penelitian atau dokumentasi.

2. Pengajuan Permohonan: Dilakukan langsung ke Balai TNUK atau melalui platform daring.

3. Retribusi Biaya: Disesuaikan dengan jenis kegiatan, jumlah peserta, dan durasi kunjungan.

4. Verifikasi: Petugas memastikan kegiatan tidak berdampak negatif pada lingkungan.

5. Penerbitan SIMAKSI: Wajib dibawa selama kegiatan berlangsung.

Namun, Iwan menyoroti lemahnya pengawasan terhadap penerapan SIMAKSI. Hal ini membuka peluang aktivitas ilegal yang dapat merusak ekosistem kawasan konservasi.

Insiden Kapal TB Bomas Karya di Pulau Panaitan Iwan juga mengangkat insiden kandasnya kapal TB Bomas Karya pada 16 September 2023 di perairan Pulau Panaitan.

Kapal yang menarik tongkang Pulau Tiga 338 ini dilaporkan bermuatan batu bara milik PT. Pulau Saroja Jaya. Berdasarkan kajian hukum, kapal tersebut tidak memiliki dokumen SELPEG sebagaimana diatur dalam Permenhub No. 69 Tahun 2019.

Lebih lanjut, insiden ini mengungkap dugaan pelanggaran lain, seperti:

1. Operasi tanpa izin sesuai UU Minerba dan Permendag No. 77 Tahun 2018.

2. Pengelolaan batu bara tanpa izin berdasarkan PP No. 78 Tahun 2010.

3. Validitas klaim asuransi kapal yang diragukan.

4. Kerugian lingkungan yang diperkirakan mencapai Rp100 miliar.

Tuntutan dan Tindak Lanjut Aliansi Peduli Banten mendesak langkah tegas dari berbagai pihak, termasuk: 1. Penegakan Hukum: Pemeriksaan menyeluruh terhadap perusahaan yang diduga melanggar aturan. 2. Pemulihan Lingkungan: Penanganan dampak kerusakan ekosistem akibat insiden kapal. 3. Evaluasi Sistem Perizinan: Pengawasan yang lebih ketat terhadap SIMAKSI dan aktivitas di kawasan konservasi.

Iwan juga menyerukan instansi terkait, seperti UPP Kelas III Labuhan, KSOP Kelas I Banten, Polda Banten, Polairud, dan Lanal Banten, untuk segera memeriksa dokumen kapal serta mengawasi aktivitas pengangkutan batu bara di kawasan tersebut.

Rencana Aksi Unjuk Rasa Iwan menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Balai TNUK untuk meminta kejelasan langkah pemulihan dan tanggung jawab atas insiden ini.

Namun, hingga kini, belum ada respons yang memadai.

"Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa ada kejelasan, kami akan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Balai TNUK. Ini bukan hanya soal pengawasan, tetapi tentang masa depan lingkungan dan keberlanjutan kawasan konservasi yang menjadi warisan dunia," tegas Iwan.

Aliansi Peduli Banten menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu ini demi kelestarian TNUK dan transparansi pengelolaan kawasan konservasi. (Bdi)