Kecurangan Berulang di PPDB Zonasi SMAN 1 Katapang

| Kamis, 1 Agustus 2024 | 13:02 WIB

foto

SMAN 1 Katapang Jalan Kiaraeunyeuh, Banyusari, Kec. Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Mediakasasi.com | Kab Bandung-- Dinas Pendidikan Provinsi Jabar dinilai masih lambat untuk mengatasi laporan terkait adanya kecurangan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMAN 1 Katapang Kabupaten Bandung.

Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini masih diwarnai praktik culas.

Penggiat Pendidikan LSM TRISAKTI mengaku banyak menerima laporan dari orang tua murid.

Modus pun beragam mulai dari adanya maladministrasi jalur zonasi, menggunakan jalur gelap lewat gratifikasi. Kemudian jasa titipan orang dalam, hingga pemalsuan sertifikat untuk jalur prestasi.

Berdasarkan laporan pengaduan dan pemantauan LSM TRISAKTI, hingga 20 Juni 2024, tercatat sebanyak 162 kasus praktik curang dalam pelaksanaan PPDB tahun ini.

Meliputi praktik tipu-tipu nilai untuk jalur prestasi (42%), manipulasi KK di jalur zonasi (21%). Selanjutnya, kecurangan jalur mutasi (7%), ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi (11%) serta dugaan gratifikasi sebanyak 19 persen dari total kasus yang tercatat.

"Ini dilakukan melalui 2 jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam,” kata H. Binsar Ketua Umum TRISAKTI kepada mediakasasi.com, Kamis (1/8/2024).

Menurut laporan dugaan gratifikasi yang diterima TRISAKTI besaran angka yang disogok wali siswa ke pelaksana PPDB SMAN 1 Katapang Kabupaten Bandung mencapai sebanyak Rp5 juta sampai Rp10 juta.

Seperti di SMAN 1 Katapang, LSM TRISAKTI menerima banyak laporan tentang siswa titipan dalam pelaksanaan PPDB. Titip siswa dilakukan oleh para pejabat, sampai  berseragam ormas.

“Mereka mendatangi sekolah, lalu membawa nama-nama calon peserta didik. Sekolah dan panitia PPDB kemudian  meluluskan anak-anak yang dititipkan, asal ada pelicin,” tutur H. Binsar.

Sayangnya, meski berulang kali terjadi saban tahun, praktik curang dalam PPDB SMAN 1 Katapang ini masih belum mampu dibenahi pemerintah.

Sistem penerimaan siswa baru saat ini yang dikenal dengan PPDB zonasi, ternyata masih jauh panggang dari api dalam memberantas praktik diskriminasi di satuan pendidikan.

Binsar menjelaskan masalah ini bukan cuma di level implementasi tetapi dipicu oleh sistem atau regulasi yang belum berkeadilan bagi seluruh siswa.

Sistem PPDB di SMAN 1 Katapang Kabupaten Bandung saat ini dinilai hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Sistem zonasi yang sudah dimulai sejak era eks Mendikbud Muhadjir Effendy ini, nyatanya malah melahirkan diskriminasi baru.

Padahal, sesuai Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, PPDB zonasi diniatkan agar muncul pemerataan pendidikan dan menghapus stigma adanya sekolah favorit.

Sistem PPDB di SMAN 1 Katapang saat ini, sangat tidak jelas. Katanya zonasi, tapi yang dekat gagal lulus. Katanya jalur prestasi, tapi yang berprestasi malah tidak lulus. Begitu pula jalur afirmasi, ternyata yang punya KIP tidak juga ada jaminan lulus,” tegas Binsar.

Sementara itu, Sekjen GM FKPPI Kabupaten Bandung, Taufik, mengakui masih menerima laporan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan PPDB tahun ini.

Misalnya terjadi di Jawa Barat, Taufik menyatakan ada laporan terdapat 199 siswa yang dicoret dalam PPDB karena melakukan pelanggaran aturan domisili jalur zonasi.

Beberapa diantaranya, berasal dari SMAN 3 dan SMAN 5 Kota Bandung.

Potensi pelanggaran PPDB juga disebut Taufik terjadi di daerah SMAN 4 Kota Cimahi dan SMAN 1 Katapang Kabupaten Bandung.

“SMAN 1 Katapang terdapat aduan dari masyarakat untuk jalur zonasi,” kata Taufik kepada mediakasasi.com, Kamis (1/8/2024).

Seperti di SMAN 1 Katapang, terdapat orang tua yang tidak terima karena terbukti mendaftar sekolah tidak sesuai persyaratan. Lantaran tidak terima pendaftaran anaknya ditolak, orang tua tersebut mencoba menyogok guru disekolah tersebut dengan nilai 5 juta.

Taufik menuturkan acakadulnya sistem PPDB di SMAN 1 Katapang Kabupaten Bandung saat ini disebabkan masalah yang tidak pernah dilakukan evaluasi yang serius.

Misalnya jika terjadi pelanggaran PPDB oleh pihak sekolah, tak pernah ada pengumuman soal sekolah mana saja yang menerima sanksi dari pemerintah.

Padahal, untuk melihat indikasi pelanggaran mudah saja. Tinggal melihat jumlah siswa di tiap rombongan belajar atau kelas. Kalau lebih dari 36 siswa, berarti ada indikasi menyalahi aturan PPDB.

Namun, tidak pernah ada sanksi bagi sekolah yang terus mempraktikkan pelanggaran ini setiap tahun.

“Dengan keadaan sekarang, ini seperti memaksa masyarakat agar menyekolahkan anaknya ke swasta, bagi orang tua menengah bawah tentu ini berat,” terang Taufik.

Editor : Gindo