Profil
H. Wawan Purnawan, SE : Pilar Perubahan Melalui Keterlibatan Aktif dalam Organisasi
- Minggu, 12 Mei 2024 | 18:27 WIB
| Rabu, 4 Desember 2024 | 14:20 WIB
PILKADA 2024 di Kabupaten Bandung adalah sarana bagi para politisi untuk meraih tangga kekuasaan. Caranya, tentu mesti sesuai dengan prinsip dan kaidah demokrasi: fair, jujur, adil, dan tanpa paksaan atau tekanan.
Pembentukan koalisi besar yang terdiri atas gabungan Partai Koalisi Bedas yang terdiri dari PKB, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN dan PDIP mengindikasikan keinginan orang nomor satu di Kabupaten Bandung itu untuk mengarahkan sekaligus memperkuat posisinya.
Frasa politik dua kaki, mulai dikeluarkan kembali.
Sebenarnya, kalau bicara politik dua kaki, partai yang paling ahli memainkannya di era reformasi, adalah Partai Golkar (Golongan Karya).
Di Kabupaten Bandung, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara resmi menjadi bagian dari partai penguasa, yaitu mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar di Legislatif, dengan menjadi pemenang, pada era pertama kepemimpinan Dadang Supriatna.
PKB lah yang menjadi partai penguasa yang dominan. Mengapa? Secara politik, dengan kemenangan PKB dalam pemilu legislatif tahun 2024, maka mereka berhasil mendominasi legislatif, dengan meraih kursi terbanyak, yaitu 12 kursi.
Dari kilasan manuver politik PKB di Pilkada 2024, penulis bisa lihat bagaimana, para ASN dan pegusaha atau pemilik modal memainkan politik dua kaki dan akan bersikap mendukung kekuasaan (apapun hasil akhir pilkada).
Tujuannya adalah supaya tetap berkuasa dan memperoleh akses terhadap kekuasaan politik, hal yang juga berbanding lurus dengan kekuasaan di bidang ekonomi.
Karena kalau tak memiliki akses terhadap kekuasaan maka akses ekonomi juga akan sulit.
Hal ini mungkin yang juga menyebabkan pengusaha dan ASN di Kabupaten Bandung, secara halus juga memainkan politik dua kaki saat sekarang ini.
Kita lihat saja hasil rotasi dan mutasi tahun depan di 2025, siapa yang akan merapat pada kubu pemenang.
Demokrasi khususnya di Kabupaten Bandung, yang mengedepankan asas musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan, sangat kondusif untuk gaya politik dua kaki ini.
Berbagai kompromi politik biasanya selalu diadakan oleh dua kubu yang sebelumnya berlawanan pada Pilkada.
Oleh karena itu, sebenarnya tak ada gunanya dua kubu pendukung Bupati dan wakil Bupati, yaitu ALUS PISAN dan BEDAS LANJUTKAN, saling bertarung di media sosial dan dunia nyata, karena pada dasarnya kompromi politik akan selalu dibangun dalam alam demokrasi di Kabupaten Bandung, entah sampai kapan.
Kasarannya, kalian gontok-gontokan, sementara, para elit politik yang kalian dukung, akan saling berpelukan, berbagi senyuman, ngopi atau ngudud bareng.
Sedangkan untuk nasib mayoritas rakyat, biasanya menunggu setelah para elit sejahtera dulu, dan kalau mereka ingat, serta menguntungkan mereka secara politik dan ekonomi, maka nasib rakyat baru mulai dibicarakan.
Pandangan dikalangan aktivis dan penggiat sosial, salah satu ciri dari pelaku politik dua kaki ialah biasanya bermain aman, biasanya tidak ingin terlihat terlalu condong ke satu kubu, terlihat seperti merangkul semua pihak, ingin semua pihak senang, haus pencitraan, bahkan cenderung menampilkan diri sebagai pihak yang terdzholimi dan biasanya muncul sebagai pahlawan kesiangan.
Ada juga pandangan dari pelaku politik dua kaki yang paling sadis dan licik adalah pelaku dari pihak internal sendiri, karena bisa menggerogoti secara bebas dari dalam tanpa adanya halangan sedikitpun demi memenuhi ambisi politiknya.
Di pemerintahan Dadang Supriatna saat ini sudah mulai muncul para pahlawan kesiangan yang berasal dari team pemerintah sendiri, mereka memiliki ambisi politik sendiri dengan memanfaatkan konstalasi politik saat ini.
Sebut saja para ASN dibalik sikap santunnya ada ambisi untuk meraih posisi dan jabatan selanjutnya, padahal seharusnya yang bersangkutan lebih fokus dan konsentrasi untuk bekerja demi kepentingan rakyat Kabupaten Bandung, dan tampaknya Dadang Supriatna pun bukan orang yang bodoh dalam melihat hal tersebut, namun untuk secara frontal menyebutkan nama mungkin terlalu riskan secara politik.
Mungkin ada yang memanfaatkan situasi dengan mencoba membangun opini publik, berkeliling wilayah melakukan “diskusi” yang tidak ada hubungannya dengan program kerja pemerintah, bahkan bisa mengambil keputusan strategis yang berhubungan dengan pihak luar tanpa koordinasi dengan pimpinan tertinggi (ingin terlihat seperti pahlawan padahal kesiangan).
Sosoknya mungkin ingin terlihat, namun jangan lupa ada ambisi disitu untuk menjadi orang yang terpakai di pemerintahan, dia saat ini sedang bermain aman, mencoba merangkul semua pihak termasuk yang berseberangan dengan pemerintah dan sekarang sedang giat membangun pencitraan.
Ada juga yang berpandangan lain, kenapa main dua kaki dianggap sebagai sikap mendua?
Padahal, ketika menggunakan dua kaki, manusia hanya bisa menempuh satu tujuan. Tak bisa satu kaki ke kanan, satu kaki ke kiri. Apalagi satu ke depan atau satu ke belakang.
Mengapa manusia bermain dengan ”dua kaki” dijadikan istilah negatif? Bahkan dianggap dekat-dekat ke sifat munafik dan dianggap tak loyal tegak lurus.
Entah bagaimana bisa terjadi logika yang bengkok ini. Padahal, kalau orang berdiri di dua kaki, malah bisa tegak lurus. Tak gampang terhuyung-huyung seperti ketika berdiri di satu kaki.
Istilah ”main dua kaki” yang dianggap tak wajar ini pun jadi salah kaprah.
Penulis menilai, wajar bila bermain dua kaki.
Secara hipotesis dari konsep politik para aktor politik memungkinkan bermain di dua kaki. Sama dengan analogis pepohonan, kalau misalnya matahari dari sebelah kiri ujung pohon akan kekiri, kalau matahari berbelok ke kanan maka marahari akan ke kanan. Karena di situ ada energi, hampir sama dengan politik, bedanya kalau di politik ada kepentingan.
Sebab partai yang modern, adalah partai yang bisa mengelola perbedaan itu, karena memang politik itu penuh dengan dinamika, penuh dengan sub kepentingan.
Seni mengelola perbedaan itulah bukti daripada kedewasaan suatu partai.
nah silahkan anda cermati siapa orangnya.. tidak ada yang boleh menghalangi ambisi seseorang karena itu adalah hak setiap individu.
Bagikan melalui