| Jumat, 7 Juli 2023 | 20:47 WIB
Mediakasasi.com, KAB BANDUNG-- Pada tahun 2024 mendatang Negara kita akan melaksanakan Pemilu yang akan memilih wakil rakyat, baik untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD dan Pemilihan Presiden Wakil Presiden, yang diharapkan dapat terlaksana dengan sukses.
Namun untuk di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bandung harapan itu rasanya hanya isapan jempol saja, alasannya sudah cukup jelas di mana KPUD yang menjadi garda terdepan penyelenggara Pemilu pada saat seleksi Calon Komisionernya yang dilaksanakan di Hotel Newton Bandung, ternyata di ikuti oleh beberapa orang Eks Komisioner yang telah mendapatkan Peringatan dari DKPP.
Demikian dikatakan Deni Hadiansyah dari Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih asal Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung kepada mediakasasi.com, Jumat (7/7/2023).
“Begitu pula dengan seleksi calon Komisioner Bawaslu yang dilaksanakan di soreang Kabupaten Bandung diikuti juga oleh orang- orang yang juga mendapatkan sertifikat peringatan dari DKPP,” ujar Denny.
Masih menurut Ia, ada calon yang ber-geser jabatan, dari KPUD ke BAWASLU.
“Itu pun saat ini yang bersangkutan masih ada perkaranya DKPP. Begitu menariknya memang ketika jabatan penyelenggara pemilu dianggap ladang kehidupan. Bayangkan, 10 tahun di KPUD Kab/Kota dan ber- geser 10 tahun di Bawaslu Kab/Kota, kemudian naik lagi ke Bawaslu Provinsi 10 tahun lalu geser lagi ke KPU Provinsi 10 tahun, naik ke KPU RI 10 tahun geser lagi ke Bawaslu RI 10 tahun,” kata Denny.
Deni Hadiansyah menjelaskan, bahwa seseorang bisa puluhan tahun menikmati jabatan sebagai penyelenggara pemilu.
“Apa jadinya produk hasil pemilu ini apabila SDM nya di isi orang- orang yang sudah jelas putusan DKPP sebagai Pelanggar Etik. Dan apakah pemilu ini akan dijadikan sebagai arena main- main,” katanya dengan nada heran.
“Atau mungkin upaya untuk tetap mempertahankan atau bahkan ingin meraih Sertifikat Indeks Kerawanan Politik (IKP) dari nomor 3 ke nomor 1 di negeri ini.”
Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih kecewa kepada mereka yang terbukti mendapatkan teguran serta peringatan keras dari DKPP tapi masih mengikuti dan berharap menjadi penyelenggara pemilu. Seharusnya keputusan itu menjadi kekuatan hukum yang mengikat depannya (Yurisprudensi).
Deni mengatakan, keberhasilan penyelenggara pemilu bukan hanya termanifestasikan dari terselenggaranya semua tahapan, tapi juga harus tercermin dari tingkat kejujuran, keamanan, tingkat partisipasi, dan terimplementasikannya prinsip-prinsip Pemilu yang demokratis serta penyelenggara yang BERINTEGRITAS dan menjaga etika sebagai penyelenggara.
Secara empirik, kultur politik dalam praktek demokrasi di Kabupaten Bandung, etika dan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kedisiplinan, sangat berpeluang untuk dilanggar, baik level elit, pemilih, maupun oknum penyelenggara.
“Dalam konteks itulah, menjaga etika, integritas dan netralitas adalah nilai tertinggi yang harus dimiliki penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
“Apabila memang hasil keputusan dari DKPP itu tidak menjadikan kekuatan hukum yang kuat dan bisa diabaikan begitu saja, sudah saja bubarkan DKPP,” ujarnya.
Masih menurut Deni, ketika putusan etik DKPP dianggap oleh penyelenggara pemilu tidak substantif, maka parameter apa yang mau dipakai, apakah harus fasih pidato, selalu pakai peci, baju rapi, pintar mengetik dan tandatangan yang rapih.
“Sekarang hanya bisa berharap, semoga pansel pada tahap fit & propper test untuk mengedepankan soal etik, karena memang ETIK adalah subtansi,” jelas Deni.
Perlu diketahui, Ketua DKPP pernah mengatakan,
''KEPADA SELURUH PENYELENGGARA PEMILU AGAR TIDAK MELANGGAR KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU (KEPP) SEBAB PUTUSAN DKPP TERHADAP PENYELENGGARA PEMILU YANG TERBUKTI MELANGGAR KEPP AKAN MENJADI REKAM JEJAK BAGI PENYELENGGARA PEMILU TERSEBUT SELAMA IA MASIH BERKARIR SEBAGAI PENYELENGGARA PEMILU” ***
Bagikan melalui